Tuesday, July 20, 2010

Menjadi Seorang Dj

DJ juga tergolong musisi. Punya popularitas, fans, bahkan bisa menghasilkan pula. Tapi gampang nggak sih buat meraih itu semua?
Kalo ngaku gaul, pasti nggak asing lagi sama istilah clubbing. Apalagi, belakangan acara dugem (deeu..) kayak gitu rasanya makin banyak aja. Baik indoor, maupun outdoor. Di tengah kota, atau melipir ke pantai serta kaki pegunungan.
Nah. Di ajang-ajang kayak gitu, yang namanya musik dance alias ajeb-ajeb, jadi satu unsur yang penting banget. Iyalah. Gimana mau joget kalo nggak ada musiknya?
Sosok yang paling bertanggung jawab buat asik plus serunya scene clubbing alias raving gak lain adalah disc-jockey alias DJ!

Riri, Winky, Tiesto, Paul Van Dyk, Sasha.djfvnk
Nama-nama di atas adalah beberapa DJ yang udah populer banget di kalangan partygoers. Sama kayak band beken, di mata penggemarnya mereka tuh udah kayak superstar aja. Di mana pun sang DJ beraksi, partygoers pasti ikutan nongol di situ.

Jadi DJ itu bisa ngejamin suksesnya sebuah event dong?
"Nggak juga. Menurut gue pada sebuah event party semua yang ada di situ bersinergi. Mulai dari organizer-nya, terutama yang emang udah biasa bikin event bagus, tempatnya yang emang asik, sampai DJ. Kalo cuma DJ-nya aja yang ditonjolin, belum tentu juga event-nya sukses," begitu kata DJ funk yang termasuk paling difavoritin sama partygoers mancananegara.

DJ Funk nggak asal merendah. Dia lantas ngasih contoh. Beberapa waktu yang lalu, katanya, ada seorang DJ luar negeri yang cukup terkenal beraksi di sebuah party scene di Bali. Gara-gara musik yang dibawainnya nggak pas sama kemauan crowd di tempatnya beraksi, hasilnya pun gagal total.

Ibarat pawang, seorang DJ kudu jago juga ngebaca "arah angin" alias mood partygoers. Maka, jam terbang yang tinggi mutlak dibutuhkan oleh seorang DJ. Makin tinggi jam terbangnya, makin gape dia menyusun repertoir buat menggiring suasana emosi pengunjung.

Nggak heran juga kalo seorang DJ andal itu biasanya muncul dari kalangan partygoers yang notabene rajin clubbing.

Banyak yang berminat jadi DJ, mungkin karena kelihatannya selalu dikelilingi wanita! Terus kalo udah beraksi di party kelihatannya punya power buat bikin orang nge-dance. Ada juga mungkin yang berpikir jadi DJ kelihatannya simpel, cuma muterin lagu dan nge-mix. Bisa juga ada yang ngelihat jadi DJ tuh income-nya udah termasuk oke. Apalagi sekarang ini DJ-DJ udah ada manajemennya.

Bisa nyenengin orang, income oke, dikelilingi cewek.... Wah! Jadi DJ emang seru.

Hari gini, jadi DJ tuh nggak susah. Kursus atau sekolah DJ udah banyak bermunculan. Belum lagi banyaknya referensi yang bisa ditemui. Mulai dari adanya toko-toko khusus yang menjual plat (piringan hitam) musik-musik dance, info dari internet, sampai menjamurnya event-event rave party dan tempat-tempat clubbing.
Satu hal yang rada bikin keder: keharusan mempunyai equipment DJ lengkap. Kayak turntable, mixer, sampai headphone. Dan semua itu tergolong mahal, jack!

Apalagi ada semacem keharusan, untuk jadi yang bener aja, semua equipment yang disebutin tadi sebaiknya high quality. Artinya nggak boleh merek sembarangan.

Waduh. Batal dong nih jadi DJ, gara-gara harga alatnya mahal?

Jangan nyerah dulu. Banyak jalan menuju Roma. Kalo emang dananya belum kekumpul, coba aja cari peranti second hand yang sekarang juga udah gampang dicari. Bermodal sekitar 3-4 juta perak, sebuah turntable second udah bisa kita miliki.
Bahkan, kalo emang dasarnya niat, bukan nggak mungkin dapetin alat DJ baru dengan harga miring.

Kelar urusan peranti, masuk ke masalah yang sebenernya: skill!
Tenang. Kalo kata DJ funk, asal kita punya pengetahuan soal teori musik dan sound basic sebenernya udah bisa jadi DJ.
Pengetahuan soal teori musik diperlukan karena sebagai DJ salah satu spesialisasinya adalah mixing lagu. Di situ kita harus paham bener apa yang namanya hitungan bar. Biar mixing dari satu lagu ke lagu lain nggak berantakan.

Nah. Simpel kan? Rajin-rajin deh nongkrongin party. Pelototin tiap DJ yang main. Sekadar memperhatikan aja udah cukup buat jadi modal awal.

Alat, bisa diakalin. Skill, bisa lah diasah. Apalagi ya?
"Kalo pengen jadi DJ intinya tuh harus niat banget. Kalo udah punya alat harus punya waktu khusus sekitar 3 sampai 4 jam di depan turntable. Udah gitu jangan takut bikin kesalahan. Kita selalu bisa learn by mistake. Terus yang penting juga kita harus respect with any kind of music, biar pengetahuan soal musik luas," begitu saran DJ funk

Mungkin yang bisa dijadikan pegangan kalo pengen memulai karir sebagai DJ adalah adanya kemungkinan profesi ini bakal berkembang banget ke depan. Apalagi klab dan raving scene makin marak aja belakangan ini.

Asal profesi ini ditekuni bener-bener, ke depannya pasti bisa menjanjikan. Tapi harus bener-bener niat karena sekarang ini competitor-nya mulai banyak dan bagus-bagus. Malah bukannya nggak mungkin bisa menjajah party scene di luar negeri!

DJ’s Equipments
Berikut ini daftar equipment seorang DJ. Nggak semua equipment harus dimiliki. Equipment nomer 1 sampai 3 adalah paling minimal buat pemula. Equipment tambahan selanjutnya adalah buat DJ-DJ yang udah advance.

Turntable
Perangkat audio lawas yang merupakan senjata utama para DJ modern. Tentunya turntable yang digunakan para DJ sekarang ini adalah produksi terbaru dengan teknologi yang lebih maju. Merek yang ngetop antara lain Technics dan Vestax.

Mixer
Perangkat sound system yang memiliki banyak tombol dan slider di panelnya ini digunakan buat pergantian lagu secara langsung dengan teknik fade out. Merek yang bisa dipilih ada Roland atau Mackie.

Headphones
Perangkat ini digunakan DJ buat menentukan timing yang pas pada saat pengen mengganti lagu sebelum dikeluarkan ke pengeras suara. Merek yang paling sering dipilih biasanya tuh Sennheiser.

CD Player
Bakal ada masanya dimana fungsi turntable bakal digantikan sama CD Player. Selain pengunaannya lebih praktis, teknologinya lebih familiar pula. Tascam adalah merek yang sering diandelin.

Sampler & Drum Machines
Selain harus handal mixing lagu, kadang DJ dituntut buat kreatif pula atas lagu-lagu yang diputarnya. Dua instrumen elektronik ini bisa berperan.

Laptop
Kalo udah memasuki era media digital kayak penggunaan CD Player, pengunaan software komputer perlu buat menjadikan fungsinya seperti layaknya turntable.

Style Musik Dance

Progressive House
Style dari genre house music. Musik hingar-bingarnya banyak memakai sound synthesizer yang cenderung dark dan nerawang. Dengerin aja musik-musik yang biasa dimainin DJ Riri (Spinach Records) atau John Digweed.

Deep House
Style lain dari house music. Nggak serame progressive house meski berciri sama, dan lebih banyak memakai sound keyboard. DJ Anton (Future Production), atau DJ Heru (Centro) biasanya ngandelin musik ini.

Trance
Genre ini merupakan kombinasi dari musik techno dan house. Musiknya kental dengan nuansa melodik. Musik kayak gini nih yang bikin nama DJ Tiesto dan Paul Van Dyk ngetop banget.

Drum and Bass
Begini jadinya kalo pattern bas dari musik reggae digabung sama upbeat tempo musik house. Sering dimainin sama Andy C dan Goldie, atau banyak DJ dari Inggris.

Tribal
Musik dance yang satu ini lebih didominasi sama munculnya suara-suara perkusi. DJ Rommy (1945 MF) sempet memasukkan style musik ini pada aksinya.

Ambient
Musik kayak gini bisa ditemuin di chill-out room. Mulai dari style musik jazz, new age, bahkan rock n’ roll masuk di dalamnya. Dipopulerin pertama kali sama Brian Eno. Biasanya jenis musik kayak gini sering dipasang di lounge bukan di diskotik atau klab gede.

A Brief Story About Rave Party
Rave party, tadinya dikenal pula sebagai free parties, adalah sebuah event dance yang digelar semalam suntuk. Di sinilah tempat DJ-DJ memamerkan keahliannya nge-mix musik-musik dance elektronik atau rave music. Istilah rave party dianggap berasal dari sebutan buat sebuah event dance party semi spontan yang digelar di pinggiran kota London. Istilah tadi akhirnya dipake buat menyebut fenomena party dan subkultur yang muncul dari perkembangan musik acid house yang dipopulerkan oleh Aphex Twin.
Kemunculannya terjadi sekitar akhir tahun 1980-an di Eropa dan Amrik sebagai bentuk perlawanan terhadap musik-musik populer alias komersil, kultur nightclub, dan radio-radio yang memutar lagu komersil. Makanya pada masa-masa itu event-event rave party ini bersifat underground.

Buat menjaga "jarak" dengan party scene yang dianggap mainstream, rave party biasanya digelar di venue-venue yang nggak lazim buat event dance. Contohnya kayak di bangunan gudang atau bahkan outdoor venue. Promosinya pun dengan cara bergerilya. Kayak lewat flyers, atau malah kadang cuma dari mulut ke mulut aja.

Di awal tahun 1990-an, begitu event rave party telah menjadi sebuah fenomena global, benturan dengan aparat hukum sempet merebak. Pasalnya event ini dianggap sebagai tempat penyebaran drugs. Nggak heran lantaran kultur yang terbangun di situ mirip dengan kultur hippies di tahun 1960-an. Semua serba bebas dan tanpa batasan.

Akhirnya buat mempertahankan fenomena rave party, di akhir tahun 1990-an event ini mulai mengarah agak mainstream. Klub-klub mulai menggelar rave party, sampai akhirnya event besar-besaran berbentuk festival buat rave party digelar pula. Contohnya kayak Street Parade di Swiss atau Jakarta Movement di Indonesia. Meski begitu semangat rave party tetep dipertahankan, yaitu yang populer di kalangan ravers dengan istilah PLUR (Peace, Love, Understanding/Unity, Respect).

No comments:

Post a Comment